“Sebuah Teori Sosial yang Dilupakan”
Oleh : Dhea Rijki Kusmawati / KPI 3A
Identitas Buku
Judul Buku : Ibn Khaldun (Biografi Intelektual dan
Pemikiran Pelopor Sosiologi)
Penulis :
Syed Farid Alatas
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : Ke-I
Tahun : 2017
Tebal : 207 halaman
ISBN : 978-602-441-003-2
Harga : Rp. 48.000,-
Saat ini masih belum ada buku praktis ringkasan biografi
tentang Ibn Khaldun dengan segala pemaparan yang cukup jelas bagi orang awam.
Tapi Syed Farid Alatas mewujudkannya. Dia membuat buku biografi intelektual dan
pemikiran sang pelopor sosilogi ini dengan 207 halaman saja. Cukup efisien
untuk ukuran membaca buku kesejarahan.
Buku ini adalah buku pertama yang isinya memaparkan juga
menjelaskan bagaimana gagasan Ibn Khaldun tentang ilmu masyarakat manusia yang
sekarang dikenal dengan ilmu sosiologi sebagai teori sosial dengan sangat ringkas.
Juga bagaimana kita dapat menjadikannya
sebuah teori sosial yang bisa dimanfaatkan untuk situasi dan kondisi pada zaman
sekarang.
Karena buku ini bisa mengajak kita mempelajari
gagasan-gagasan Ibn Khaldun sebagai sebuah teori sosial dengan ringkas, maka
jika kita tak sanggup membaca buku Muqqadimah ataupun terjemahannya dengan
1.230 halaman yang mungkin akan membuat kita mudah dijerat rasa bosan, Syed
Farid Alatas memberi solusi dengan buku ini.
Kata lainnya, buku ini adalah sebuah pengantar gagasan Ibn Khaldun
yang terangkum dalam kitab Muqqadimah. Isi dari buku ini pun mengarah pada
fakta yang ada tentang kondisi sosialnya.
Gagasan teori Ibn Khaldun sebenarnya tidak hilang. Hanya saja
pada kondisi aktual sekarang ini, teori yang dibuat Ibn Khaldun dibahas sebagai
objek studi bukan sebagai teori sosial. Dan Syed Farid Alatas menyayangkan hal
ini.
Penulis mendeskripsikan dengan keberfokusannya Ibn Khaldun pada teori yang dibuatnya tentang kebangkitan
dan keruntuhan sebuah dinasti (negara). Selain itu penulis juga menuliskan
gagasan yang dikemukakan Ibn Khaldun seputar pendidikan, pengetahuan, dan
keadaan masyarakat pada satu bab khusus.
Menurut Ibn Khaldun salah satu ciri yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya terletak pada kemampuannya berfikir. Kemampuan berfikir
menghasilkan perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi. Manusia menciptakan
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berada di ruang hampa. Akan tetapi, dalam
konteks masyarakat dimana mereka berada. (hal 107)
Berdasarkan apa yang telah dibaca sang penulis dia melihat bahwa peletak dasar Sosiologi Ibn
Khaldun ini memperkenalkan konsep Ashabiyyah. Istilah ini diterjemahkan sebagai
solidaritas kelompok, esprit de corps, atau loyalitas kelompok. Ibnu Khaldun
mendefinisikan Ashabiyyah sebagai perasaan tentang kesamaan dan kesetiakawanan
terhadap suatu kelompok yang dibangun berdasarkan ikatan darah. Selain
terbentuk melalui ikatan atau hubungan darah (shilat al-rahim), Ashabiyyah juga bisa terbangun dengan hubungan
patron-klien (wala’) serta aliansi (hilf). (hal 85)
Syed Farid Alatas menawarkan rancangan mendasar untuk membangun
Sosiologi ke-Khaldunian. Yaitu, upaya serius untuk mengembangkan teori-teori
Ibn Khaldun dengan mengaplikasikannya pada kasus-kasus historis dan empiris,
serta mengintegrasikan ke dalam ilmu-ilmu sosial modern. (hal 156)
Hal ini
dapat diwujudkannya dengan menjadikan pemikiran Ibn Khaldun sebagai salah satu
perspektif teoritis pada ilmu-ilmu sosial, mengembangkan konsep-konsepnya,
serta mengangkat topik-topik apa saja yang dibahas oleh Ibnu Khaldun dikaitkan
dengan problematika masyarakat kekinian.
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang konsep Ashabiyyah atau
solidaritas dan loyalitas bangsa layaknya bisa dijadikan alat ukur dalam
melihat situasi sosial Indonesia saat ini. Dengan semakin berkurangnya rasa
persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia akibat ketegangan dan konflik politik
yang berkepanjangan dikhawatirkan akan terjadi lagi runtuhnya bangsa Indonesia
.
Uraian dengan bahasa yang sederhana dan tak banyak kata yang
sukar dipahami memudahkan pembaca untuk bisa mencerna tulisan dengan baik. Penggunaan body note pada buku ini juga
memantapkan kepercayaan pembaca tentang isi buku. Karena penulis pun mengacu
pada kitab Muqqadimah yang telah ada.
Cerdas rupanya penulis memilih untuk menggunakan body note
ketimbang foot note. Karena body note tidak memakan space atau ruang pada
halaman. Juga tidak membuat pembaca harus melihat ke bawah halaman untuk
melihatnya, cukup melanjutkan jalan menmbaca seperti biasa.
Selain buku yang mudah dijumpai dan dijangkau, buku ini
terbilang buku yang tepat untuk memulai mempelajari gagasan Ibn Khaldun sebelum
membaca kitab atau terjemahan dari kitab Muqqadimahnya.